Di daftar warisan budaya leluhur Bali kuno, ada salah satunya metode penyembuhan yang dinamakan Tapak Sesontengan. Apa itu Tapak Sesontengan? Secara harfi ah, tapak berarti jejak dan sesontengan berarti ucapan yang diucapkan dengan niat yang tulus dan jujur. Komunikasi sederhana, esensi pada elemen-elemen kehidupan ini atas kuasa Sanghyang Urip.
Aji Tapak Sesontengan yang pada masa lampau sempat terhapus jejaknya sekian ratus tahun, kini kembali hadir untuk masyarakat. Bahkan sedang hadir dengan taksu yang besar dan kuat sehingga mudah dikuasai dan disebar untuk membantu kesehatan dan kesembuhan masyarakat luas.
Adalah para penekun yang tergabung di Tim Sukracarya yang kini tengah dalam misi untuk pengembalian Tapak Sesontengan ini sehingga kembali berguna bagi masyarakat luas. Atas kuasa dan taksu Sanghyang Urip Aji Tapak Sesontengan kembali “tertangkap” taksunya di Sukracarya lewat pengantar Master Jack Jero yang saat ini dalam misi penyebaran ke seluruh masyarakat Bali.
Metode ini dibuka kepada masyarakat luas diawali kegiatan di Tohpati, Denpasar. Dalam penyebarannya, Jack Jero, dibantu para anggota Tim Sukracarya di antaranya Dede Yasa, Bakti Wiyasa, Jro Gede Balian, Jro Mangku Ngurah, Batarayani Virgiania, Aniza Zanto, Yummi Miu, Budi Kukuh, Teddy Hartono, Anna, Siddiq, Erik Ronald, dan Bona.
“Banyak mendapat perhatian dari para penekun wisdom lokal Bali Kuno,” kata Bakti Wiyasa, salah seorang anggota Tim Sukracarya. Bakti Wiyasa lebih jauh menerangkan, Tapak Sesontengan adalah jejak komukasi pangurip-urip leluhur Bali Kuno yang sangat efektif untuk mengembalikan eksisnya seluruh daya hidup elemen di tubuh menjadi sehat seperti semula. Dengan di-urip kembali, daya tiap elemen-elemen seperti saraf, daging, darah, tulang, otot, kembali eksis seperti semula. Tekniknya dilakukan lewat getaran tepukan lembut saat masesontengan (komunikasi ) yang esensial dengan tepukan pada bagian badan yang sedang sakit menjadi segera sehat seperti semula atas kuasa Sang Hyang Urip.
Aji Tapak Sesontengan adalah pengetahuan usada (metode peyembuhan) masa Bayu Premana. Bayu Premana sebuah budaya Bali kuno yang dalam pengetahuan dan aplikasi penyembuhannya mengunakan daya, vibrasi, dan frekuensi tanpa menyakiti mahluk lainnya dalam meyembuhkan diri sendiri dan orang lain. Berbeda dengan Sato Premana, yaitu penyembuhan dengan mengunakan binatang (minyak ikan, telor, dll) maupun Taru Premana (dedaunan, akar, dll). Berbeda juga dengan Mirah Premana yang menggunakan berbagai bebatuan mineral seperti permata, giok, keris, dan palinggih dengan panca datunya sebagai dasarnya.
“Aji Tapak Sesontengan ini sangat ektif dan mudah dikuasai setiap orang, tanpa pantangan, tanpa mantra , tanpa meditasi, sangat sederhana dan sangat berguna untuk membantu keluarga, teman dan masyarakat di lingkungan sekitar,” jelas Bakti Wiyasa yang juga seorang perupa ini.
Metode ini akan sangat cepat meringankan bahkan menuntaskan segala gangguan-gangguan kesehatan hanya dalam hitungan kurang dari lima menit saja, khususnya untuk rasa nyeri. Misal gangguan-gangguan kesehatan seperti nyeri persendian, sakit pinggang, sakit gigi, migrain, saraf terjepit, sakit tengkuk, rematik. Selain itu, juga bisa menyembuhkan keluhan-keluhan lainnya seperti asam urat, vertigo, asma, bronchitis, dan lainnya.
Awalnya banyak yang tidak percaya dengan daya kesembuhan yang demikian cepat kurang dari lima menit apalagi cuman terlihat hanya ditepuk-tepuk saja. Tantangannya justru ada pada kepercayaan dalam daya penyembuhan cepat. “Rupanya kebiasaan yang berkembang di masyarakat untuk proses penyembuhan dan pemulihan kesehatan dalam metode rumit dan makan waktu lama telah demikian terbentuk. Berjumpa lagi dengan penyembuhan Bali Kuno yang sederhana dan seketika sembuh menjadi terlihat aneh dan malah dikira hipnotis dan psudo sience,” tuturnya.
Karena respon masyarakat yang cukup antusias, Tim Sukracarya kembali menggelar pengobatan gratis di Lapangan Puputan Badung. Salah seorang pasien, John, mengaku baru pertama kali mencoba pengobatan Tapak Sesontengan. Ia yang mengeluhkan sakit di bagian pundaknya, setelah beberapa menit diobati, mengaku langsung merasakan adanya perubahan. “Cuma ditepuk-tepuk begitu. Tapi, itu terasa perubahannya, tadinya sakit sekarang sudah hilang sakitnya. Sudah enakan rasanya,” ujarnya siang.
Sementara itu pasien lainnya, Putra, mengaku sengaja datang ke Lapangan Puputan Badung untuk mengonsultasikan tentang sakit kakinya akibat kecelakaan lima tahun lalu. Tak berselang lama salah seorang Tim Sukracarya langsung menangani. Secara rileks, bagian tubuhnya yang sakit ditepuk-tepuk. Berselang lima menit, ia pun merasakan perubahan yang signifi kan. “Sudah ringans ekali rasanya dibandingkan tadi. Tapi masih ada sakit di lutut, nanti saya ingin datang lagi,” ujar pemuda asal Gianyar itu.
1 komentar